Trio Detective - Misteri Cakar Perunggu [Chapter 2] Trio Detective - Misteri Cakar Perunggu [Chapter 2] - Story of Life
   Home     My Contact     Chat Room     RSS     My Contact     My Blog (NEW)     Daftar Isi       
Selamat Datang di Blog "Story Of Life"

Mari baca-baca dulu fanfiction dan tips dari saya,
Jangan lupa "Comments" yah~

Oh ya, Disini juga terima ReQ apapun tentang blog~
Jadi tanyakan saja.

Untuk tampilan lebih bagus dan menarik harap gunakan
Mozilla Firefox versi Terbaru.

Rival Makrifa Aryan. Diberdayakan oleh Blogger.

Trio Detective - Misteri Cakar Perunggu [Chapter 2]

Judul : Trio Detective - Misteri Cakar Perunggu - Selamat Datang di Anchor Bay!
Chapter : 2 of 18
Author : Mark Zahn
Sumber : Geocities



Story 
Titus Jones mengemudi terus sepanjang malam, mengaku terlalu bergairah akan bertemu dengan saudaranya untuk hal-hal sepele seperti tidur. Fajar mulai menyingsing ketika truk besar itu melintasi jalan bebas hambatan yang berkabut. Lampu-lampu dari desa nelayan kecil Anchor Bay berkilauan bagai permata di tengah langit pagi yang kelabu.

Anak-anak telah mengundi siapa di antara mereka yang dapat tidur di dalam kabin truk yang hangat. Pete menang dan pada awalnya Jupiter dan Bob menyesali nasib buruk mereka. Namun mereka segera kembali ke semangat petualangan mereka dan memutuskan bahwa mereka lebih baik meringkuk di dalam kantong tidur di bawah terpal yang melindungi barang bekas Atticus Jones daripada berdesak-desakan di antara bibi dan paman Jupe -- terlebih lagi dengan reputasi Bibi Mathilda akan dengkurnya, yang menurut Jupe dapat membangunkan orang mati!

Jupiter terbangun ketika ia merasa truk melambat saat memasuki batas kota Anchor Bay. Ia menguap dan meregangkan badan seperti seekor kucing gemuk, kemudian menggoyang-goyangkan Bob hingga terbangun. Anak yang lebih kecil dan bertampang serius itu mengerang di dalam kantung tidurnya.

"Pergi... Jika kau punya perasaan sedikit saja, kau akan membiarkanku tidur seminggu lagi!"

Jupiter tersenyum dan membuka beberapa ikatan terpal di dekatnya. Ia menyingkapkan sebagian terpal dan memunculkan kepalanya di hawa pagi yang dingin. Bob akhirnya menyerah dan mengeluarkan kepalanya dari dalam kantung tidur bagaikan seekor kura-kura.

"Hari sudah terang namun otakku berkata aku seharusnya masih tidur," gerutunya.

"Kita sekarang secara resmi berada di Oregon," lapor Jupiter. "Mari berharap Paman Atticus telah menyiapkan sarapan besar untuk kita. Aku kelaparan!"

Bob menyeringai. "Seperti kata Pete: aku setuju sepenuhnya!"

Kedua anak itu menyaksikan pelabuhan tua di belakang mereka mulai beraktivitas. Di sebelah kiri mereka, tertutup oleh kabut pagi, nampak toko-toko yang termakan cuaca dengan papan nama mengiklankan umpan dan kail, yang bersebelahan dengan toko-toko roti tua yang menjual makanan dan minuman dingin. Di sebelah kanan mereka terdapat dermaga panjang yang menuju ke laut tempat jala-jala sedang dimuat oleh para nelayan yang mengenakan jas hujan kuning, bersiap-siap akan hari panjang di atas air, memeriksa perangkap udang karang dan, lebih jauh ke laut, berburu ikan salem dan tuna.

Jupe merasa kesunyian kota itu mencekam, tidak ada yang bangun sepagi ini kecuali para nelayan. Ia menatap dengan takjub sementara para lelaki itu, dengan jas hujan, topi, dan sepatu lars karet, membuka tambatan perahu mereka dan menjauh masuk ke dalam teluk yang berkabut.

Di kabin depan Paman Titus sedang berjuang dengan selembar peta, berusaha menemukan jalan kecil yang menuju ke rumah adiknya. Setelah tanpa hasil berusaha mengemudi dan mengikuti peta sekaligus, ia akhirnya membangunkan Pete dan menugaskannya mempelajari peta. Sebagai tim mereka menemukan jalan yang benar dengan cepat. Pete sepertinya selalu tahu tujuan yang tepat bahkan jika ia belum pernah berada di kota itu sebelumnya.

Truk barang bekas itu berbelok ke kiri dan terguncang-guncang di sepanjang jalan tanah yang kecil dan curam, mengarah ke laut. Jupiter menduga rumah Paman Atticus berada tepat di atas air.

Jupe merasa puas ketika melihat pengamatannya sebagian benar. Kediaman Atticus Jones adalah sebuah rumah kecil yang tidak berbeda dengan kediaman para nelayan yang tinggal di daerah itu. Orang-orang sederhana itu lebih memilih tempat tinggal yang praktis dan sederhana pula daripada sesuatu yang megah dengan kemewahan yang tidak perlu. Cuaca yang keras dan air laut yang mengandung garam menuntut rumah yang kokoh dan kasar. Kediaman Atticus Jones nampak terpelihara dengan baik meskipun Jupe mendapat firasat bahwa Bibi Mathilda akan menyuruh anak-anak menyapukan cat baru sebelum liburan itu berakhir.

Di sebelah rumahnya terdapat sebuah perahu besar berwarna biru dengan garis putih yang nampak cukup besar untuk ditinggali. Perahu itu tertambat di dinding tebing laut, tiga meter ke bawah, dan bisa dicapai melalui tangga kayu yang menuju ke sebuah dermaga kecil. Tertulis dengan huruf-huruf rapi di bagian belakang perahu nama "Pembalasan Ratu Anne." Jupiter menduga bahwa perahu itulah yang digunakan pamannya untuk menyelam dan juga, hampir pasti, mencari nafkah.

Paman Titus menghentikan truk di depan pintu dan mematikan mesin. Ia telah memarkir truk di samping sebuah mobil barang tua. Kendaraan merah berkarat itu pastilah milik Atticus Jones.

Bibi Mathilda keluar perlahan-lahan dari dalam truk, bergerak dengan kikuk dengan sendi-sendinya yang kaku. Titus, sebaliknya, keluar dengan penuh semangat, menyerukan nama adiknya.

"Atticus Jones! Di mana kau, Penjahat Tua? Tunjukkan dirimu, Perompak, atau aku terpaksa menaikkan bendera tengkorakku dan menyerbu rumahmu, merampok daging dan telurmu!"

Jupiter berdiri di jalan tanah dengan tangan di pinggang dan mendengarkan, kepalanya miring ke satu sisi. Tidak ada jawaban dari dalam rumah dan suara Paman Titus yang menggelegar hanya membuat gugup sekelompok gagak yang hinggap di atap rumah Atticus. Burung-burung itu berkaok-kaok marah kepada mereka dan terbang menjauh dengan bulu-bulu bergemerisik.

"Demi para malaikat!" desis Bibi Mathilda. "Kau akan membangunkan semua tetangga, Titus Jones!"

"Siapapun yang tinggal sedekat ini dengan air akan bangun sepagi matahari, Sayang!" seru paman Jupiter. "Nelayan yang masih tidur sesiang ini sebaiknya tinggal saja di ranjang -- tidak ada tempat bagus yang tersisa untuknya!"

"Mungkin ia sedang keluar atau ada di belakang," kata Bob.

"Kalau dia manusia normal, tentulah dia masih tidur," gumam Pete.

"Atticus selalu bangun ketika fajar merekah sejak kami masih kanak-kanak," jawab Paman Titus. "Dia jelas tidak normal tapi aku tidak menyangka bahwa dia lupa kita datang hari ini."

Bibi Mathilda telah mencapai batas kesabarannya. Dengan gerutuan dan menggumamkan "sama saja!" wanita itu bergegas menuju ke balik rumah untuk mencari tuan rumah mereka.

"Mungkin kita harus..." Bob hendak mengusulkan untuk membawa barang-barang mereka masuk ketika ia melihat raut wajah Jupiter. Remaja gempal itu tengah sibuk mencubiti bibir bawahnya -- suatu tanda yang dikenal baik oleh Bob dan Pete -- Jupiter sedang memikirkan sesuatu dengan serius. Itu adalah kebiasaan Penyelidik Pertama jika ia sedang berpikir keras. Seringkali ia sendiri bahkan tidak sadar ia melakukan hal itu.

"Ada apa, Bob?" tanya Pete sambil menyentuh ujung jari-jari kakinya, berusaha meregangkan kaki dan lututnya yang pegal, terbentur-bentur di kabin truk sepanjang malam.

"Kurasa ada yang dipikirkan Jupe. Apa yang kau lihat, Pertama?"

Jupiter mendekati pintu depan rumah kecil itu sambil meletakkan jari di bibir. Ia berpaling dan berbisik kepada Pete. "Dua, pergi ke belakang dan cari Bibi Mathilda. Dan jaga agar ia tetap tenang."

Pete sama sekali tidak ragu-ragu. Ia percaya akan firasat Jupe. Remaja jangkung itu bergegas mengelilingi rumah, berjingkat-jingkat agar menimbulkan suara sepelan-pelannya.

"Ada apa, Jupiter?" tanya Paman Titus. Kekhawatiran terdengar di suaranya.

"Pintu depan sedikit terbuka," kata Jupiter. "Sebaiknya kita bergerak dengan hati-hati hingga kita tahu apa yang sedang berlangsung dan apa yang telah terjadi terhadap Paman Atticus."

"Kau kira ia ada dalam bahaya?" tanya Bob.

"Sebaiknya kita tidak berspekulasi sampai kita selidiki lebih lanjut," kata Jupiter. Ketika Pete telah membawa Bibi Mathilda yang terbelalak kembali ke depan rumah, Jupe memberi aba-aba kepada Bob, Pete, dan Paman Titus.

"Data, tinggal di sini bersama Bibi Mathilda. Paman Titus dan Dua akan bergerak di setiap sisi rumah, menuju ke balik rumah dan Pembalasan Ratu Anne sementara aku masuk melalui pintu depan."

"Apa yang harus kita lakukan jika menjumpai seseorang?" tanya Pete gelisah.

Jupiter diam selama beberapa saat, memikirkan tanda yang baik. Ia mengangkat bahu. "Berkaoklah seperti seekor gagak."

"Hati-hati, Anak-anak," kata Bibi Mathilda, "mungkin saja ada seorang pencuri. Jika kalian mengejutkannya, ia bisa saja melakukan tindakan nekat."

"Wah, aku tidak berpikir ke situ," Pete mengernyit seraya mengendap-endap di sisi rumah.

Begitu berada di dalam rumah pamannya, Jupiter menyipitkan mata dan menunggu hingga terbiasa dengan bagian dalam rumah yang remang-remang. Sambil berjingkat-jingkat di dalam rumah yang sunyi, ia dapat melihat sosok-sosok besar di dalam bayang-bayang, tumpukan-tumpukan rongsokan dari laut, dan peralatan menyelam. Di latar belakang terdengar bunyi laut yang terus-menerus.

Tiba-tiba dari balik keremangan terdengar suara pintu ditutup secara perlahan. Jupe berhenti sejenak di tengah rumah dan mengamati sekelilingnya. Remaja gempal itu menahan nafas dan menunggu suara lain terdengar. Matanya menelusuri tumpukan barang bekas yang diambil dari laut. Sepertinya Paman Atticus mempunyai barang bekas sebanyak Paman Titus -- hanya saja miliknya berada di dalam rumah!

Ada beberapa peta pelayaran antik di dalam bingkai kayu buatan tangan. Ada jangkar-jangkar berkarat yang berasal dari kapal yang telah lama tenggelam, tergeletak di samping tumpukan peluru meriam. Bahkan ada pula sebuah pakaian selam model kuno yang digunakan untuk menyelam di laut dalam, lengkap dengan helm tembaga dan katup-katup bundar. Helm itu serupa dengan yang mereka bawa dari Rocky Beach.

Jupe mendekati pakaian kuno itu, yang tergantung dengan rantai tebal, dan berdiri di depannya. Pastilah diperlukan seseorang yang sangat besar dan sangat kuat untuk mengoperasikan pakaian itu, pikirnya. Ia telah membantu Pete mengangkat helm yang mereka bawa dan memasukkannya ke dalam truk dan helm itu beratnya hampir 25 kg, tanpa katup-katup bundarnya yang masing-masing terbuat dari kaca setebal 2,5 cm! Bagian-bagian lain pakaian selam itu terbuat dari kanvas putih tebal dengan sebuah sabuk timah dan sepatu lars timah besar. Jupiter merasa pakaian itu mirip dengan yang dikenakan alien-alien dalam sebuah film fiksi ilmiah.

Ia mengagumi pakaian selam antik itu beberapa lama, kemudian berpaling, hendak meneruskan mencari si penyusup. Namun tanpa peringatan pakaian antik itu sekonyong-konyong hidup! 
Dengan gemerincing rantai lengan dan sarung tangannya yang besar merentang dan menangkap Jupiter, mengunci lengan anak itu ke samping. Penyelidik Pertama, yang biasanya selalu tenang, hanya dapat berteriak tertahan sebelum sebuah sarung tangan tebal membekap mulutnya! Ia didekap dengan kuat dan kasar dan sekuat apapun ia memberontak, ia tidak dapat membebaskan diri!

Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar


Akatsuki Kage Bunshin
 
Copyright © Story of Life